Amanda Todd
Suatu siang yang
cerah di bulan Oktober 2012, seorang gadis mengajak ayahnya untuk
membuat tato. Amanda Todd, nama sang gadis, ingin menato pergelangan
tangannya dengan tulisan “stay strong”. Sedangkan ayahnya, Norm Todd,
berencana membuat tato aksara China yang berarti “kekuatan”. Apa nyana,
keinginan Amanda itu menjadi permintaan terakhirnya yang tak pernah
terwujud.
Amanda Todd adalah seorang gadis cantik yang ceria. Masa kecil
bersama orangtuanya, Norm Todd dan Carol Todd, dilaluinya di Port
Coquitlam, di pinggiran kota Vancouver, Kanada. Layaknya anak-anak lain,
Gadis yang dilahirkan pada 27 November 1996 itu senang menghabiskan
waktu bersama teman sebaya. Bukan cuma di dunia nyata saja, Amanda
banyak menghabiskan waktu bergaul di dunia maya. Hal yang lumrah
dilakukan anak-anak yang hidup di generasi digital.
Mulai dari media sosial seperti Facebook, Amanda mendapatkan banyak
kenalan. Karena sifatnya yang mudah bergaul, ramah, dan cantik, tak
jarang pertemuan di media sosial saja tidak cukup. Perbincangan beralih
ke media obrol di dunia maya, seperti chatting dan video-calling.
Semua terlihat sempurna; banyak teman, keluarga yang mencintainya,
pintar, cantik pula. Namun, Amanda membuat kesalahan besar di usia 12
tahun. Kesalahan yang membuatnya menjadi sangat menderita, depresi
berat, yang mengubah hidup Amanda sampai tiga tahun berikutnya.
Sekejap namun fatal
Cerita berawal ketika dia mendapatkan teman seorang pria di media
sosial, sebut saja namanya Mr. X. obrolan yang intens antara Amanda dan
Mr. X mulai terbangun secara intim. Karena kepiawaiannya bermain kata,
Mr. X berhasil membujuk Amanda untuk melakukan video chat. Wajah cantik gadis lugu ini bisa dilihat oleh Mr.X.
Sampai suatu malam, Amanda melakukan hal yang dia sesali seumur
hidup. Pada obrolan kali itu, Mr. X mulai mulai membujuk Amanda untuk
membuka kaos, memperlihatkan bagian tubuh vitalnya. Gadis lugu berusia
belia itu ternyata termakan bujuk rayu busuk Mr. X. Dia menaikkan
sedikit kaosnya, sehingga buah dadanya terlihat. Hal ini hanya terjadi
beberapa detik saja, sebelum Amanda cepat-cepat menarik kaosnya untuk
menutupi dadanya.
Bagi remaja berusia belasan, keputusan tanpa pikir panjang sepertinya
menjadi masalah yang sudah jamak. Sama halnya Amanda, awalnya dia
berpikir hal itu tidak akan berdampak apa-apa, toh pria yang dia kenal
tersebut betutur ramah. “Remaja baik-baik,” begitu mungkin penilaian
Amanda terhadap pria yang ngobrol dengannya. Dia tak sadar, perbuatannya
itu merupakan terbukanya pintu bagi kekelaman yang menghantui Amanda di
hari-hari berikutnya.
Pria tersebut ternyata tidak sebaik yang disangka Amanda. Mr. X mulai
meneror Amanda dengan kiriman pesan melalui Facebook yang meminta
Amanda untuk melakukan “pertunjukan” di depan kamera buat pria bejat
ini. “Jika tidak,” ancam Mr. X, “aku akan menyebarkan foto dirimu
mempertunjukkan buah dada ke semua orang yang kau kenal.” Ternyata, Mr. X
sempat merekam kejadian beberapa detik itu.
Di kotak pesan itu juga Mr. X membeberkan data Amanda: alamat rumah,
sekolah, nama-nama orangtua, saudara, teman, dan banyak data lain yang
entah dari mana dia dapatkan.
Amanda panik. Dia tidak mau foto pribadinya tersebar ke semua orang
yang dia kenal. Tapi dia juga tidak mau melakukan kesalahan bodoh kedua
kalinya, dengan mempertunjukkan dirinya telanjang ke “orang baik-baik”
yang ternyata brengsek itu.
Di tengah kekalutan, dia memutuskan untuk melakukan pilihan yang
kedua; menolak permintaan Mr. X dan berdoa semoga ancaman yang
dilayangkan melalui pesan Facebook itu hanya gertakan belaka.
Foto tersebar di dunia maya
Sayang, perkiraan Amanda meleset. Beberapa hari setelah kiriman pesan
ancaman tersebut, sekitar pukul 4.00 dini hari, pintu rumah Amanda
diketuk. Polisi datang, dan memberitahu keluarga Todd bahwa foto Amanda
bertelanjang dada tersebar di internet. Polisi meminta keterangan dari
Amanda dan keluarganya.
Amanda merasa remuk. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Penyesalan
hebat ini membuat dirinya tertekan dan sedih. Keceriaan sudah terhapus
dari wajah Amanda, berganti murung dan duka. Gadis 12 tahun itu juga
mulai mengonsumsi obat-obatan dan alkohol. Namun itu tidak banyak
membantu dirinya menekan depresi hebat yang melanda.
Teman-teman rumah dan sekolah sudah tahu perihal foto topless Amanda di internet, dan hal itu membuat Amanda takut ke luar rumah, termasuk ke sekolah.
Akhirnya orangtua Amanda memutuskan untuk memindahkan buah hatinya ke
sekolah lain, demi menghapus semua ingatan akan kejadian memalukan itu.
Namun sepertinya noda itu sudah sangat kuat melekat di benak Amanda,
sehingga tidak ada usaha apa pun yang mampu membersihkannya secara
tuntas.
Di sekolahnya yang baru, Amanda sedikit demi sedikit bisa memulihkan
derita psikologisnya. Namun itu tidak bertahan lama. Setahun setelah
kejadian itu, Mr. X kembali menghantui hari-hari Amanda. Kali ini
serangannya lebih hebat. Dia mengirimkan foto telanjang dada Amanda ke
semua teman Facebook-nya, dan membuat akun Facebook khusus dengan foto
memalukan tersebut sebagai foto profilnya.
Mulailah Amanda menjadi target bullying (perundungan), baik
di dunia maya maupun di dunia nyata. Teman-teman sekolah menyorakinya
seakan dia seorang bintang tenar, bedanya itu bukan sorakan
membanggakan. Di internet, orang-orang juga tak henti merundung Amanda,
meminta foto-foto syur lainnya, seakan Amanda seorang pelacur tak ada
harganya. Amanda mulai “tenar” sebagai bahan cibiran di internet.
Tiba-tiba dunia nyata juga mulai mengenali Amanda, gadis lugu yang foto
dadanya ada di mana-mana.
Amanda mulai kehilangan teman-teman dekatnya, dan yang lebih parah,
kehormatannya. Dukungan moral dari orangtua dan saudaranya tidak mempan
membentengi terpaan cibiran dari segala arah yang menerpa batin Amanda.
Di usia belia itu, Amanda beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri
dengan mengiris nadi pergelangan tangannya. Bagi Amanda, hidup sudah
tidak berharga. Namun Sang Khalik belum mengizinkan Amanda bertemu
dengan-Nya.
Perundungan bertubi
Karena beratnya beban, Akhirnya orangtua Amanda kembali memindahkan
putrinya ke sekolah lain. Di tempat yang baru ini, Amanda kembali
mendapatkan harapan hidupnya. Di bulan pertama dia bersekolah, dia
mendapat seorang teman pria yang usianya lebih tua dari Amanda.
Itulah kali pertama Amanda mempunyai teman kembali, setelah dia
terkungkung dalam depresi mendalam yang membuatnya takut bertemu orang
lain.
Amanda merasa mendapatkan teman yang bisa mendengarkan
keluh-kesahnya, berbagi beban penderitaan hidup yang baru ia alami, dan
menumbuhkan kembali senyum di wajah Amanda. Suatu ketika, mereka saling
suka.
Namun lagi-lagi Amanda melakukan tindakan ceroboh. Sang pria yang
sudah mempunyai kekasih meminta Amanda untuk datang ke rumah ketika
kekasih pria itu sedang pergi berlibur beberapa hari. Di rumah tersebut,
mereka berdua melakukan hubungan badan.
Seperti bom yang akhirnya meledak, pesan singkat yang dia terima dari
kekasih pria itu seminggu kemudian berisi caci maki terburuk yang
pernah diterima oleh gadis berusia 13 tahun. Bukan itu saja, di hadapan
sekitar 50 teman sekolah barunya, kekasih sang pria bersama 15 teman
–termasuk pria yang meniduri Amanda—mencaci-maki Amanda. “Lihatlah!
Tidak ada yang menyukaimu di dunia ini!” cemooh mereka.
Beberapa orang juga mendorongnya sampai terjatuh, bahkan meninjunya.
Ada beberapa orang yang merekam kejadian itu dengan telepon gengamnya.
Amanda hanya bisa menangis. Sampai akhirnya beberapa guru dan ayah
Amanda datang dan membawanya pulang.
Kekalutan Amanda sudah sampai pada puncaknya. “Aku sangat ingin
mati,” kata Amanda dalam catatannya. Sesampai di rumah, Amanda menenggak
cairan pemutih pakaian (bleach). Orangtua Amanda menemukan putrinya dalam keadaan sekarat dan langsung melarikannya ke rumah sakit. Nyawanya tertolong.
Sesampai di rumah, Amanda tidak menemukan satu pun alasan untuk
mempertahankan hidupnya. Bahkan keputusannya untuk mengakhiri hidup
dengan meminum cairan pemutih pun menjadi olok-olok di dunia maya. Muka
Amanda dengan botol pemutih tersebar di mana-mana, dengan kata-kata
ejekan yang menyakitkan. Di Facebook-nya pun banyak olok-olok, bahkan
menyarankan Amanda untuk meminum cairan pemutih pakaian jenis lain
supaya “berhasil” bunuh diri.
Perundungan itu terjadi selama berbulan-bulan, cacian demi cacian
yang buat mereka menyenangkan; semakin menyakitkan semakin banyak yang
dibuat tertawa. Gadis 13 tahun mana yang mampu menyandang beban malu
sebesar itu?
Video diri
Amanda sudah tidak mampu lagi bertemu orang di luar sana. Dia
berhenti sekolah, hidupnya hanya untuk menyesali diri. Orangtuanya sudah
berusaha memperbaiki psikis putrinya dengan membawanya ke sekolah
khusus, mendatangkan psikiater, namun percuma. Amanda sudah tercabik
terlalu parah.
Percobaan bunuh diri terus saja dilakukan Amanda, dengan mencoba
menyayat pergelangan tangannya. Obat anti-depresan menjadi sahabat
sejati Amanda, sampai akhirnya dia overdosis dan kembali dilarikan ke
rumah sakit.
Nyawanya kembali tertolong. Amanda kembali ke rumah, namun jiwanya
sudah lama mati. Di tengah tekanan yang sudah sedemikian parah, pada 7
September 2012, Amanda memutuskan untuk menceritakan kepada dunia apa
yang dia rasakan.
Dia membuat video diri. Di video hitam-putih berjudul “Amanda Todd's Story: Struggling, Bullying, Suicide, Self Harm”
yang berdurasi sekitar 9 menit ini, Amanda bercerita tentang kisah pilu
hidupnya melalui tulisan di atas lembaran kartu berukuran sekitar 15x10
cm.
Dukungan moral kepada Amanda tidak mampu membendung perundungan yang
semakin hari justru makin hebat. Akhirnya, pada hari Rabu, 10 Oktober
2012, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-16, dia kembali
memutuskan untuk bunuh diri. Jasadnya ditemukan tergantung di kamarnya,
Port Coquitlam, Kanada.
Kini sang ayah, Norm Todd, harus datang sendirian ke studio tato
untuk membuat tato simbol kekuatan di lengannya. Hal terakhir yang bisa
dia lakukan untuk putri tercintanya.
Mengejar Mr.X
Setelah kejadian itu, banyak dukungan mengalir ke keluarga Amanda
Todd. Video Amanda sampai saat ini sudah ditonton sebanyak 5.000-an
orang. Para aktivis anti-bullying mendorong pihak berwajib mencari si
Mr.X, yang menjadi penyebab utama penderitaan Amanda.
Anonymous, kelompok hacker yang sering terlibat dalam
pengungkapan kejahatan via internet, sudah mencoba melacak pelaku
penyebaran foto telanjang dada Amanda. Lima hari setelah kematian
Amanda, Anonymous sudah mengumumkan satu nama yang diduga kuat nama asli
Mr. X, seorang pedofil yang juga aktif di website porno, khususnya pedofilia.
Namun, pihak kepolisian Kanada tidak mau gegabah dengan menjadikan
orang yang disebutkan Anonymous via Youtube itu menjadi target utama.
Hal itu karena pihak kepolisian mempunyai metode sendiri dalam pelacakan
pelaku, dan sudah mengantongi beberapa nama.
“Saya kehilangan satu putri. Namun saya tahu, Amanda ingin kisahnya
dapat menyelamatkan 1.000 anak perempuan lainnya,” kata Carol Todd, sang
bunda. “Saya ingin menceritakan kisah ini untuk membantu para orangtua
sehingga mereka waspada dan memberitahu anaknya mana yang benar dan
salah, serta bagaimana anaknya tetap terlindungi di dunia maya,” lanjut
Carol. (Intisari-Online.com dan dari berbagai sumber)
0 Response to "Dunia Maya yang Merenggut Nyawa"
Post a Comment