Harajuku adalah pusat mode di Jepang. Berbeda dengan Paris, Milan, atau New York, fashion di Harajuku lebih ekspresif dan tidak kenal batas. Bagi wisatawan seperti saya saat berkunjung ke Tokyo, menyaksikan anak-anak muda Jepang berdandan gila di Harajuku wajib dilakukan.
Harajuku adalah sebuah area pusat perbelanjaan di Tokyo, terletak di antara dua wilayah terkenal lainnya, Shinjuku dan Shibuya. Toko-toko fashion ternama berdiri di lingkungan ini, di sekitar stasiun kereta Harajuku yang berada di jalur Yamanote.
Suasana yang selalu ramai pada hari Minggu.
Pusat fashion di Harajuku terutama bertaut di dua buah jalan, yaitu Takeshita dan Omotesando. Jalan Takeshita terkenal dengan toko-toko yang menjual berbagai pernik lucu, kostum bergaya gotik, hiphop, rock, dan gaya kasual. Sementara itu Omotesando dalam beberapa tahun terakhir ini berkembang menjadi pusat toko-toko desainer kelas atas, seperti Chanel, Louis Vuitton, dan Prada.
Sejarah bermulanya Harajuku menjadi seperti sekarang dapat dilacak hingga masa setelah Perang Dunia II. Saat itu Jepang berada dalam penguasaan Sekutu. Di wilayah tersebut banyak tinggal tentara Amerika Serikat dan orang-orang Eropa. Akhirnya area tersebut menjadi semacam tempat berkumpulnya kaum muda dari berbagai bangsa.
Toko yang menjual berbagai busana aneh seperti ini banyak ditemukan di Harajuku.
Pada akhir tahun 1950-an Harajuku berkembang menjadi tempat tinggal para model, desainer, dan fotografer. Semakin lama wilayah ini berkembang dengan cara berbeda dari wilayah lain di sekitarnya dan menjadi pusat mode di Jepang seperti saat ini.
Tidak berarti semua orang ke Harajuku untuk berbelanja. Bagi saya yang bukan termasuk orang yang suka berbelanja, berkunjung ke Harajuku lebih berarti menyaksikan kultur generasi muda Jepang yang berkembang pada saat ini, yang bahkan sering ditiru oleh kaum muda di negara-negara lain.
Gadis-gadis berkostum di Harajuku.
Di Harajuku, terutama pada hari Minggu, Anda akan bertemu dengan kelompok-kelompok yang menggunakan berbagai kostum aneh. Ada yang berdandan gaya punk dengan warna-warna hitam, menggunakan rantai, kadang dengan rambut warna-warni. Ada pula kelompok ganguro, yaitu berdandan dengan cara menggelapkan kulit.
Salah satu lolita di Takeshita Street.
Ketika berkunjung ke Harajuku beberapa waktu lalu, saya bertemu beragam anak muda yang sedang bermain kostum. Ada yang meniru karakter fiksi dalam film kartun, komik, maupun dalam video game. Banyak yang berkostum seperti boneka dengan rok warna-warni mengembang dan rambut dicat pirang, sering disebut “lolita”.
Bahkan di Harajuku muncul juga subkultur berupa lolita gothic. Gaya ini menggabungkan antara gaya gotik era Victoria di Inggris yang dicirikan dengan busana warna hitam dan simbol-simbol seperti peti mati dan kelelawar dengan, misalnya, rok mengembang.
Pada hari Minggu area ini memang selalu penuh sesak. Begitu turun di stasiun, saya harus berdesakan dengan ribuan orang lainnya. Selain para penyuka fashion, lokasi ini juga banyak didatangi oleh wisatawan asing yang memang khusus ingin berfoto dengan anak-anak muda berkostum. Mereka pun biasanya akan dengan senang hati melayani permintaan untuk berfoto bersama.
Selain di Jl Harajuku, Jl Takeshita, dan Jl Omotesando, para remaja ini juga sering nongkrong di Jembatan Jingu, yaitu jembatan yang menghubungkan antara area Harajuku dengan taman di sekitar Kuil Meiji.
Selain untuk menonton remaja-remaja berkostum aneh dan berbelanja busana buatan desainer, Harajuku juga cocok dijadikan rujuan untuk membeli cenderamata. Tentu saja cenderamata yang dijual di sini terutama berupa pernak-pernik, miniatur karakter fiksi, serta pakaian yang saat itu menjadi tren di Jepang.
Setelah puas berfoto dengan para lolita Harajuku, saya menyempatkan juga pergi ke Meiji Jingu (kuil Meiji) yang berada di seberang. Kuil indah yang berada di tengah taman yang sangat luas ini sering dijadikan tempat upacara pernikahan tradisional Jepang pada hari Minggu.
Published in Yahoo! Travel
0 Response to "Harajuku Jepang"
Post a Comment