Honda : The Man an His Machines (Indonesia)

la tidak mewarisi harta kekayaan dari nenek moyangnya. Soichiro Honda, putra pemilik bengkel sepeda, tidak berpendidikan tinggi. Namun, ketika merasa keuletan tanpa pengetahuan belum cukup, ia tidak segan-segan belajar lagi. Pikirannya memang tidak konvensional. Mantan "kacung" di sebuah bengkel itu memegang lebih dari 100 hak paten untuk penemuannya. la juga beruntung menemukan mitra yang tepat, Takeo Fujisawa.

Soichiro Honda sama saja rupanya dengan kebanyakan orang Jepang yang pernah kita lihat. Tubuhnya langsing karena giat bermain golf dan juga karena ia tidak bisa diam. Seperti generasi orang Jepang sebelum PD II, tungkainya pendek dan bengkok sedangkan badannya panjang.

Setiap kali ke kantor, yaitu Honda Motor Corporation di jantung kota Tokyo, ia mengenakan jas santai. Dandanannya memang berbeda dengan para eksekutif Jepang umumnya yang biasa mengenakan setelan jas konvensional berwarna hitam dan kemeja putih.

Wajahnya ramah dan mudah tersenyum. Pada dasarnya ia senang mengobrol, apalagi tentang mesin. Kalau sedang berbicara, kepalan tangannya biasanya dimasukkan ke kantung jas. Padahal, pakaian potongan barat mudah berkerut dan rusak bentuknya kalau sering diperlakukan demikian.

Sambil berbicara pun, Honda tidak bisa diam. Seperti sebagian besar ahli mesin yang hebat, ia sering sulit mengutarakan yang terkandung dalam pikirannya. Pikirannya lebih cepat dari kata-katanya. Selain itu, ia mempergunakan dialek Hamamatsu-ben yang sulit dipahami oleh eksekutif generasi muda yang berbicara dalam dialek nasional Tokyo.

Setelah mengundurkan diri sebagai pemimpin umum perusahaan, Honda masih menjadi "penasihat agung". Kira-kira 2 bulan sekali ia masih datang ke pabriknya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sana dan juga untuk bergaul dengan karyawan, terutama karyawan senior yang dikenalnya secara akrab.

Pada kesempatan itu, ia selalu mengenakan seragam putih bersih seperti semua orang di pabrik. Seragam itu berguna untuk memberi rasa sederajat pada semua orang. Menurut Honda, rasa sederajat itu penting dalam suatu industri modern.

Seorang ahli mesin yang masih muda bercerita mengenai saat-saat Honda masih aktif. "Ia sama sekali tidak seperti pemimpin umum yang lazim kita kenal. Bisa dikatakan, ia bekerja sama dengan para karyawannya sebagai salah seorang dari mereka, bukan sekadar memakai seragam yang sama atau berlagak akrab. Dengan Soichiro-san, kita bisa berdialog sebagai orang-orang yang sederajat." Padahal, dalam masyarakat Jepang keakraban seperti ini langka karena mereka sangat mengindahkan hierarki.

Harus Belajar Cara Makan

Setelah bukan pemimpin umum lagi, ucapan-ucapan Honda masih dihargai: Apa saja yang sering dikatakannya? "la sering berbicara tentang perbedaan cara berpikir dan bersikap antara orang Jepang dan orang asing," kata manajer pabriknya. "Katanya, perbedaan itu penting diketahui. la juga sering bercerita orang Jepang repot kalau bepergian ke luar negeri karena tata cara makannya berbeda. Karyawan Honda tidak boleh begitu, katanya. la pernah memberi ceramah pendek tentang tata cara makan dengan pisau dan garpu supaya para eksekutif muda tidak malu dan memalukan orang lain kalau keluar negeri."

Pikiran Honda memang sering kontroversial bagi orang Jepang. Sebaliknya, orang Amerika atau Eropa mungkin tidak menganggapnya terlalu aneh. Sikapnya yang terus terang dan pendekatannya yang sederhana pada pelbagai masalah juga sering membuat para eksekutif muda kikuk.

Namun, Honda tetap mempunyai ciri Jepang yang kuat. la penuh imajinasi, mampu bekerja sebagai anggota tim dan luar biasa uletnya. la juga merupakan salah satu contoh sukses orangjepang setelah PD II. Dari kehancuran total, mereka bisa bangkit menjadi suatu masyarakat yang lebih mengesankan dari sebelumnya.

Honda bukan hanya berhasil mengumpulkan kekayaan yang besar dan memiliki sebuah perusahaan internasional yang berhasil, tetapi juga membangun suatu industri. Sampai tahun 1975, dari sepeda motor saja ia bisa memperoleh hasil tahunan AS $ 3 miliar di AS, belum di tempat-tempat lain. Belum lagi hasil dari produk mobilnya yang hemat BBM dan rendah polusi. Industri mobil Horida melesat maju. Orang-orang di Jepang maupun AS tahu, kemakmuran dan perkembangan ini tidak mungkin terjadi tanpa kegeniusan dan kepimpinan Honda.

Namun tahun 1973, ketika umurnya 67 tahun ia mengundurkan diri. Peristiwa ini tidak umum terjadi di Jepang yang memiliki banyak pemimpin perusahaan berumur 70-an, bahkan 80-an tahun. Apalagi, kalau perusahaan itu didominasi oleh satu atau dua orang.

Menurut Honda, tuntutan teknologi meningkat dan sudah berada di luar jangkauan kemampuannya. Jadi, sebaiknya tampuk pimpinan diserahkan kepada kaum muda yang lebih mampu. Namun, kepribadian dan kehadirannya masih memainkan peranan penting.

Orang Jepang memang berpacu dengan teknologi. Pada tahun 1950-an menurut ukuran Eropa atau Amerika boleh dikatakan belum ada industri mobil di Jepang yang bisa dianggap betul-betul industri mobil. Tahu-tahu pada tahun 1970-an Jepang merupakan penghasil mobil nomor dua terpenting di dunia.

Sepeda motor Honda dan sepeda motor yang dihasilkan oleh peniru-penirunya seakan-akan menimbulkan revolusi di dunia karena memberi kesempatan kepada jutaan orang untuk memiliki alat transpor murah di Asia Tenggara, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika. Sepeda motor Honda dipakai untuk segala macam keperluan, dari menggiring domba di Australia sampai menembaki tentara AS (oleh Vietcong).

Walaupun demikian, Honda tidak lupa daratan. Ketika mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Michigan Technological University, ia berpidato, "Teknologi hanya alat untuk melayani umat manusia. Betapapun majunya teknologi dan sains, kita tidak boleh lupa manusialah yang menjalankannya dan dalam menjalankan ini manusia tidak bisa sendirian. Ia harus bekerja sama dari hati ke hati dengan banyak orang."

Dalam kesempatan itu ia juga berbicara tentang sukses; "Sukses itu memerlukan semangat pionir sebab hanya bisa diperoleh melalui kegagalan yang berulang-ulang, introspeksi, serta ketabahan."

Anak Pemilik Bengkel Sepeda

Soichiro Honda lahir tanggal 17 November 1906 di Iwata-gun (kini Tenryu City) yang terpencil di prefektur Shizuoka. Kawasan Chubu yang terletak di antara Tokyo, Kyoto, dan Nara di Pulau Honshu itu tadinya penuh tanaman tehyang rapi. Di sela-selanya ditanami arbei yang lezat. Namun, kini daerah kelahiran Honda sudah ditelan Hamamatzu, kota terbesar di provinsi itu.

Ayah Soichiro, Gihei Honda, seorang tukang besi yang beralih menjadi pengusaha bengkel sepeda. Soichiro anak sulung dari sembilan bersaudara, tetapi hanya empat orang yang berhasil mencapai umur dewasa. Yang lain meninggal semasa kanak-kanak akibat kekurangan obat dan sanitasi.

Mula-mula listrik belum masuk ke desa mereka. Ketika listrik dipasang, Soichiro begitu terkesan sehingga bercita-cita menjadi tukang listrik.

Seingat Soichiro, keluarganya sangat miskin. "Saya ingusan terus. Karena seringnya menyeka hidung dengan lengan kimono, lengan baju itu menjadi kaku seperti dikanji."

Tetangganya ada yang kaya. Setiap tahun pada tanggal 5 Mei yang merupakan Hari Raya Anak Laki-laki, tetangga itu mengadakan pesta. "Tetapi, saya tidak boleh hadir. Anak tetangga sebelah selalu mengusir saya. Katanya, anak jorok seperti saya dilarang masuk."

Menurut teman sekolahnya, pada masa itu mereka memakai sepatu petani tradisional kalau pergi ke sekolah. Bila melihat sepatu bersol jerami padi itu di toko-toko suvenir di Ginza, kita biasanya sangat tertarik, tetapi dalam kehidupan nyata sepatu jerami bukanlah benda yang praktis. Setiap malam Ny. Honda harus menambal sol sepatu anaknya.

Walaupun Gihei Honda miskin, namun ia suka pembaharuan. Ketika muncul pipa rokok model barat, ia tidak ragu-ragu mengganti pipa rokok tradisionalnya yang bengkok, tidak peduli para tetangga menganggapnya aneh. Rupanya, sifat itu dan juga keterampilannya menangani mesin menurun pada anak sulungnya.

Sebelum masuk sekolah pun, Soichiro sudah senang membantu ayahnya di bengkel besi. Ia sangat terpesona melihat dan mendengar dengung mesin penggiling padi yang terletak beberapa kilometer dari desanya.

Di sekolah prestasinya buruk. Honda mengaku nilai ulangan-ulangannya buruk. Ia tidak suka membaca, sedangkan mengarang dirasakannya sangat sulit. Ia juga sering membolos.

"Sampai sekarang pun, saya lebih efisien belajar dari TV ketimbang dari membaca. Kalau saya membaca, tidak ada yang menempel di otak," katanya.

Di kelas 5 dan 6, bakat Soichiro menonjol di bidang sains. Walaupun saat itu baru tahun 1910-an, tetapi dalam kelas-kelas sains di Jepang sudah dimunculkan benda-benda seperti baterai, timbangan, tabung reaksi, dan mesin. Dengan mudah, Soichiro menangkap keterangan guru dan menjawab pertanyaannya.

Memanjat Pohon untuk Menonton Pesawat Terbang

Beberapa waktu sebelum itu, untuk pertama kalinya Soichiro melihat mobil. "Ketika itu saya lupa segalanya. Saya kejar mobil itu dan berhasil bergayut sebentar di belakangnya. Ketika mobil itu berhenti, pelumas menetes ke tanah. Saya cium tanah yang dibasahinya. Barangkali, kelakuan saya persis seperti anjing. Lalu, pelumas itu saya usapkan ke tangan dan lengan. Mungkin, pada saat itulah di dalam hati saya timbul keinginan untuk kelak membuat mobil. Sejak saat itu kadang-kadang ada mobil datang ke kampung kami. Setiap kali mendengar deru mobil, saya berlari ke jalan, tidak peduli sambil menggendong adik."

Pada musim gugur 1914, Soichiro mendengar akan datang pesawat terbang ke resimen infantri di kota kecil Hamamatsu. la pernah melihat gambar pesawat dan ingin sekali melihat pesawat yang sesungguhnya. Tetapi, ia pasti tidak diperkenankan pergi karena tempat itu letaknya 20 km dari desanya. Dua hari sebelum pesawat tiba, ia mencuri uang dua sendari ayahnya. Lalu, pada hari kedatangan pesawat ia mengambil sepeda ayahnya untuk dikayuh ke Hamamatsu. Sepeda itu terlalu besar dan memakai palang yang menghubungkan kemudi dengan tempat duduk. Kalau Soichiro menaruh pantatnya di sadel, kakinya tidak mungkin mencapai pedal. Jadi, ia menggenjot dari kolong palang.

la tiba juga di tempat parade. Pesawat itu sudah ada, tetapi celakanya dikelilingi pagar tertutup. Orang yang ingin melihat harus membayar sepuluh sen. Soichiro mengkal sekali. Namun, ia tidak kehilangan akal. Dipanjatnya sebuah pohon cemara yang sebenarnya tidak terlalu dekat letaknya. Karena takut dimarahi kalau ketahuan, ia bersembunyi di balik beberapa cabang yang ia patahkan untuk menutupi dirinya.

Setibanya di rumah, Soichiro mengira ia pasti dihajar orang tuanya. Ternyata, ayahnya cuma marah sebentar. Orang tua itu juga ingin tahu bagaimana rupanya pesawat terbang. Beberapa waktu kemudian Soichiro tampak mengenakan kacamata model pilot yang dibuat dari karton, sedangkan sepedanya dipasangi baling-baling dari bambu. Selama sebulan, tidak bosan-bosannya ia ngebut di jalan-jalan desa, berlagak menjadi pilot.

Soichiro memang bukan anak manis. Di belakang sekolahnya ada kebun semangka. Ia sering menyelinap ke sana untuk melubangi semangka dan memakan isinya. Buah yang tinggal kulit itu lalu diletakkannya kembali baik-baik di tempat semula, dengan bagian yang berlubang di bawah.

Kenakalan lain yang pernah dilakukannya antara lain, suatu hari ia merasa sangat lapar padahal waktu makan belum tiba. Ia pergi ke kuil kecil bernama Seikai dekat sekolah. Dipanjatnya tempat pemujaan dan dipukulnya tambur besar yang setiap hari dibunyikan untuk menandakan pukul 12.00 siang. Hampir seluruh penduduk desa memakai bunyi tambur itu sebagai patokan waktu. Hari itu, di sekolah dan di semua rumah di desa itu, makan siang diajukan. Soichiro cepat-cepat pulang ke rumahnya untuk makan. Ketika ketahuan Soichiro mengecoh seluruh desa, ia dimarahi habis-habisan oleh orang tuanya.

Di sekolahnya ada patung Jizo. Jizo dalam agama Buddha adalah pelindung anak-anak. Entah mengapa, Soichiro tidak suka pada bentuk hidung Jizo. Ia ingin mengoreksinya supaya bagus. Walaupun pandai membuat pelbagai macam bentuk dari kawat di bengkel ayahnya, namun perkara memapas hidung patung, ia kurang terampil. Hidung Jizo rontok.

Momong Anak Majikan

Soichiro hanya mengalami duduk di bangku sekolah selama 10 tahun. Sesudah lulus SD, anak nakal itu dikirim ke sekolah menengah pertama di Futumata yang tidak jauh dari kediamannya. Lulus dari sekolah menengah itu, ia pulang ke rumah ayahnya. Gihei Honda sudah beralih dari pandai besi menjadi pengusaha bengkel sepeda. Gihei Honda mendapat majalah Dunia Roda yang dibaca Soichiro dengan penuh minat.

Di majalah itu, sebuah bengkel mobil dari Tokyo memasang iklan mencari karyawan. Soichiro buru-buru melamar dan diterima. Walaupun ayahnya khawatir, namun Soichiro diantar juga ke kota besar itu.

Sulit menggambarkan Tokyo pada tahun 1922. Dewasa ini jalan-jalan di Tokyo dipadati oleh mobil (antara lain buatan Honda) dan sepeda motor (buatan Honda juga). Namun tahun 1922, rickshaw-lah yang berkeliaran sedangkan mobil hanya beberapa saja.

Honda tua dan muda tercengang-cengang melihat 10 mobil sekaligus. Maklum, di Hamamatsu mobil paling-paling tampak satu sebulan sekali.

Resminya, Soichiro menjadi calon montir. Namun dalam kenyataan, ia cuma disuruh mengasuh bayi majikan. Bayi itu bercokol di punggungnya. Kalau punggungnya tiba-tiba terasa hangat, tahulah ia bahwa anak asuhanhya mengompol. Montir-montir lain tertawa-tawa. "Lihat! Peta dunia tergambar lagi di punggung Honda," kata mereka.

Gaji pertamanya sebesar ¥ 5 sebulan ia belikan peci sopir dengan harapan suatu hari bisa menyopir. Lama-kelamaan, Honda bosan juga jadi tukang momong. Kalau menuruti hati, ia ingin kabur kembali ke rumah, tetapi malu berhadapan dengan orangtuanya.

Arto Shokai tempatnya bekerja sebuah bengkel yang maju. Memang, di Jepang belum banyak mobil sehingga bengkel pun sedikit. Jadi Arto Shokai tidak kekurangan pelanggan. Suatu hari, tiba-tiba Honda dipanggil.

"Kami sibuk hari ini. Coba kemari, bantu kami."

Honda hampir tidak mempercayai pendengarannya. Ia baru saja menjalani ujian ketabahan paling berat yang pernah dihadapinya selama hidup. Di masa-masa setelah itu, ia tidak takut lagi menghadapi rintangan apa pun, berkat ketabahan yang diperolehnya selama menjadi kacung.

Bulan September 1923 terjadi gempa bumi hebat yang dikenal sebagai Gempa Hebat Kanto. Tengah hari itu ribuan orang di Tokyo dan Yokohama tewas ditelan bumi yang menganga dan runtuhan bangunan. Sekitar 57.000 orang lagi meninggal dilalap api yang mengamuk dari tungku ibu-ibu yang sedang menanak nasi. Belasan ribu orang yang mencoba melarikan diri dari api tenggelam di terusan-terusan.

Di Arto Shokai, semua orang berusaha menyelamatkan mobil. Honda belum pernah mengendarai mobil, tetapi ia nekat dan berhasil menyelamatkan sebuah mobil. Arto Shokai terbakar habis. Honda dan keluarga induk semangnya mengungsi ke kolong jembatan kereta api dekat stasiun Kanda di Tokyo Timur. Kalau ada waktu, Honda ngojek dengan sebuah sepeda motor yang mempunyai boncengan di samping. Penghasilan dari ngojek dipakainya membeli beras untuk keluarga majikan dan dirinya sendiri.

Sebelum gempa, Arto Shokai mempunyai 15 - 16 montir: Mereka pulang karena rumah mereka habis terbakar. Hanya dua yang tinggal: seorang montir tua dan Honda. Akibatnya, Honda pun sibuk membetulkan mobil. Baginya gempa bumi malah membawa rezeki; ia boleh mengendarai mobil, sepeda motor, dan mereparasi mobil. Tidak lama kemudian, ia mendapat kepercayaan dari majikannya.

Umur 18 tahun, ia dikirim ke Morioka yang letaknya sekitar 760 km dari Tokyo untuk membetulkan mobil pemadam kebakaran. Melihat kedatangan pemuda belasan tahun berpakaian kerja (model seragam tentara Jerman), pihak pemilik kendaraan merasa kecewa. Ia diberi kamar di sebelah kamar pembantu perempuan di losmen setempat.

"Kamu yakin bisa membetulkannya?" begitu ia ditanyai berulang-ulang. Honda bekerja tanpa banyak berbicara. Mobil pemadam kebakaran itu dibongkar seluruhnya dan pada hari ketiga sudah terpasang rapi kembali. Ketika diuji, ternyata larinya lancar dan tokcer saat distart.

Sore hari itu, ketika kembali ke losmen, ternyata barang-barangnya sudah dipindahkan ke kelas A. Baginya disediakan "mandi panas" dan makan malamnya dilengkapi dengan sake. Seorang pelayan khusus melayaninya.

"Tangan saya gemetar karena belum pernah saya dilayani seperti itu. Lagi pula, baru pertama kalinya saya minum sake."

Pemilik bengkel senang mendengar keberhasilan Honda. Honda masih setahun lagi bekerja di sana. Lalu, ia dibantu majikannya mendirikan bengkel sendiri di Hamamatsu. Narria bengkel itu: Cabang Arto Shokai di Hamamatsu. Ia bekerja di sebuah garasi kecil dengan seorang montir. Ayahnya yang bangga membuatkan sebuah rumah kecil baginya.

Di Hamamatsu ada dua bengkel saingan yang ditangani orang-orang berpengalaman. Mula-mula orang enggan mempercayakan mobilnya kepada bocah ingusan itu. Ia cuma kebagian kendaraan yang sudah tidak mampu dibetulkan orang lain.

Honda yang selama kariernya tidak tahu banyak mengenai uang, cuma mendapat keuntungan sedikit sekali tahun pertama itu. Tetapi, Honda merasa beruntung karena bengkelnya "sukses". Ia memutuskan untuk menabung dan memperkirakan selama masa kerjanya akan mampu mengumpulkan sampai ¥ 1.000 (sekitar AS $ 250).

Tercebur Sungai Bersama Geisha

Selama hidupnya, Honda terkenal sebagai penemu. Ia memegang hak paten lebih dari 100 buah penemuan pribadi; Yang pertama ditemukannya ialah teknik pembuatan jari-jari mobil dari logam. Ketika itu, mobil-mobil di Jepang memakai jari-jari kayu yang mudah terbakar. Setelah penemuan itu, perusahaan-perusahaan Jepang segera mengekspor jari-jari logam itu sampai ke India. Pada umur 25 tahun, ia memperoleh keuntungan ¥ 1.000 sebulan. Padahal, beberapa bulan sebelumnya ia mengira baru bisa mendapat jumlah tersebut kalau menabung sampai kakek-kakek. Ketika itu, pegawainya 50 orang dan bengkelnya terus berkembang.

Namun, Honda senang berfoya-foya. Ia menjadi playboy lokal yang sering tampak keluar masuk pelbagai rumah geisha. Kadang-kadang, ia menjejalkan beberapa geisha ke mobilnya lalu membawa mereka ngebut. Ketika itu, Honda mempunyai dua mobil. Suatu malam, ia mengendarai mobilnya dalam keadaan mabuk. Mobil yang padat dengan geisha itu tercebur ke sungai.

Walaupun sibuk mengejar-ngejar geisha, ia tetap giat mengadakan percobaan dengan motor dan mesin. Ia membuat sendiri speedboat dan mobil balap. Dua mobil balapnya diberi mesin pesawat Curtis-Wright yang disesuaikan untuk kendaraan darat. Ia pun sering keluar sebagai pemenang.

Pada tahun 1935, ia menikah dengan Sachi Isobe, anak seorang petani dari kota yang berdekatan. Berlainan dengan kebiasaan, ia tidak dijodohkan, melainkan memilih sendiri istrinya.

Sampai usia lanjut, Ny. Honda masih kelihatan cantik walaupun harus bekerja keras dan risau mendampingi Kaminari-san (Tuan Guntur), yaitu julukan bagi Honda yang diberikan oleh keluarga dan rekan-rekan sekerjanya. Ia mendapat nama itu karena sifatnya yang gampang naik pitam, tetapi cepat reda. Menurut karyawannya, walaupun kasar Honda tidak pendendam. Pernah, ia memukul-mukul kepalanya sendiri ketika seorang karyawan membuat kesalahan: Namun menurut Ny. Honda, suaminya juga suka mengungkit peristiwa atau ucapan yang sudah terjadi berbulan-bulan lalu.

Hampir Menjadi Janda

Ny. Honda, putranya, dan menantunya sudah biasa melihat Honda mencopoti pakaian begitu masuk pintu rumah. Lalu, dengan badan telanjang Honda nyelonong ke kamar mandi. Berlainan dengan orang Jepang lain, mandinya cepat.

Ny. Honda pun berbeda dengan nyonya-nyonya rumah yang sebaya dengannya di Tokyo. Di perusahaan maupun di kalangan kenalan, ia dikenal keras. Ia pernah belajar mengemudikan pesawat terbang kecil: Rasa humor dan imajinasinya menyaingi suaminya.

Ny. Honda hampir menjadi janda tahun 1936, ketika suaminya mengalami cedera hebat dalam balap mobil. Delapan belas bulan kemudian baru Honda sembuh. Sejak itu, ia kapok.

Pada masa tuanya, mereka tinggal di sebuah rumah modern, tetapi bukan di bagian kota Tokyo yang paling elite. Menurut standar Jepang rumah itu mewah karena di halamannya (yang kecil saja) ada selokan tempat memelihara ikan ayu. Setahun sekali, teman-teman dekatnya diundang memancing.

Kalau dibandingkan dengan kekayaan Honda, perabot rumah tangganya sederhana. (Honda tidak suka orang menyinggung-nyinggung jumlah hartanya.) Kamar tidur Honda sangat tradisional. Ia tidur di futon (kasur gaya Jepang) yang diletakkan di atas tatami (tikar tebal penutup lantai). Di langit-langit kamar tergantung TV yang bisa ditonton sambil telentang.

Ny. Honda lebih sering pergi ke pusat kota dengan trem yang penuh sesak daripada dengan mobil keluarga. Honda belum lama memiliki sopir. Ia melarang mobil-mobil perusahaan memakai sopir. Cuma tamu yang boleh disopiri.

Putranya memiliki sebuah perusahaan desain. Honda melarang keluarganya bekerja di perusahaannya. Putrinya menikah dengan pebisnis Australia. Mereka bertemu ketika pria Australia itu bekerja di Tokyo. Mereka tinggal di Perth, Australia.

Putra Honda yang seorang lagi meninggal karena sakit tahun 1973, sepulang dari menuntut ilmu di AS. Sakitnya diakibatkan oleh kecelakaan dalam olahraga berselancar.

Sekarang, kita kembali ke masa Honda masih membuka bengkel. Bengkel mobil Honda laku, tetapi ia insaf bahwa mantan montir-montirnya akan menjadi saingan yang kelak bisa mengancam kemajuan bengkelnya. Jadi, ia ingin berganti usaha dengan mendirikan pabrik piston. Namun, dewan direktur - yaitu Ayah dan sahabat-sahabat yang pernah menolongnya mendirikan bengkel - tidak setuju. Honda risau sampai menderita neuralgia hebat pada wajahnya, yaitu di bagian yang dulu cedera dalam kecelakaan mobil. Dua bulan lamanya ia tidak bisa bekerja karena kesakitan.

Kemudian ada orang yang mendamaikan Honda dengan dewan direktur. Honda diperkenankan beralih ke usaha piston. Dalam semalam saja penyakit Honda sembuh.

Pembuatan piston ternyata tidak semudah dugaan Honda. Padahal, ketika itu ia sudah meminjam dan menanam banyak uang untuk mesin-mesin dan instalasi. Ia juga sudah menggaji 50 orang. la minta nasihat teman lamanya yang memiliki bengkel penuangan logam. "Kamu harus belajar dulu menuang logam di tempat ahlinya," kata sahabatnya itu. Honda tidak percaya. Dengan keuletan Jepang, ia belajar menuang sendiri sampai pukul 02.00 - 03.00 setiap hari. Rambutnya gondrong karena tidak sempat bercukur. Ny. Honda terpaksa datang ke pabrik untuk mencukur suaminya.

Uangnya makin lama makin menipis. Sebagian perhiasan istrinya dan benda-benda berharga lain digadaikannya untuk biaya.

Akhirnya Honda insaf, ia tidak bisa mengandalkan keuletan saja. Ia perlu pengetahuan dan kekurangan pengetahuan inilah yang menyebabkan ia gagal selama ini.

"Saya menemui Prof. Fujita dari Sekolah Teknologi Hamamatsu (kini Universitas Shizuoka)," katanya. "Beliau mengirim saya kepada Prof. Tashiro. Saya malu sekali ketika menginsafi pengetahuan saya memang nol besar." la pun masuk menjadi mahasiswa luar biasa. Honda, pebisnis yang berhasil, duduk bersama mahasiswa-mahasiswa yang 10 tahun lebih muda. Mahasiswa lain mencatat dengan cermat, tetapi Honda cuma mendengarkan dengan saksama. la mencatat di otak.

la tidak ikut ujian. "Saya kuliah untuk belajar membuat piston, bukan untuk mendapat ijazah," katanya. Padahal, di Jepang ijazah dianggap paspor ke bisnis.

Dulu di perusahaan Honda, ijazah diabaikan. Baru setelah perusahaan itu memerlukan teknologi tinggi, ijazah universitas mendapat penghargaan yang lebih tinggi.

Mutu piston buatan Honda mula-mula kurang baik. Toyota pernah memesan 50.000 buah. Ketika 50 buah diantaranya diambil sebagai contoh acak, ternyata hanya tiga yang memenuhi syarat.

Honda berusaha meminta kredit dari pemerintah untuk mendirikan pabrik yang serius. Namun, ia tidak berhasil mendapatkannya. Ia dan para karyawannya berusaha sendiri. Ternyata, dalam waktu 2 tahun saja mereka berhasil membangun pabrik dan mencapai mutu standar yang dituntut oleh Toyota. Toyota pun setuju memberi bantuan modal.

Ngebut Karena Menganggur

Dalam masa perang, perusahaan Honda berkembang. Honda menghasilkan barang-barang lain seperti mesin-mesin untuk AL dan suku cadangnya. Ia juga menjadi subkontraktor yang membuat baling-baling pesawat pembom. Pabrik bomber itu letaknya cuma beberapa meter dari pabrik Honda di Hamamatsu.

Karena kekurangan tenaga kerja, Honda menciptakan mesin otomatis untuk membuat piston. Mesin itu dengan mudah bisa dijalankan oleh perempuan. Untuk membuat baling-baling pesawat, Honda menciptakan mesin otomatis juga sehingga pekerjaan yang tadinya harus dilakukan dalam seminggu bisa diselesaikan dalam waktu 30 menit saja.

Lama-kelamaan, Jepang makin terjepit oleh Sekutu. Dua pabrik Honda hancur kena bom. Namun, Honda selalu melihat setiap malapetaka dari segi cerahnya. Dalam pemboman, sering tangki bahan bakar AS jatuh dari pesawat, padahal minyak bumi sangat langka di masa itu. Honda mengumpulkannya dan menyebutnya "Hadiah dari Truman" (Presiden AS waktu itu).

Tahun 1945 terjadi gempa bumi di Hamamatsu dan pabrik Honda bersama isinya rusak. Tidak lama setelah itu Jepang takluk.

Seusai perang, Honda menganggap produksi piston tidak menguntungkan lagi. Toyota tetap bersedia menerima produk-produk lain, kalau Honda bermaksud membuatnya. Namun, Honda menolak.

“Di masa perang, saya tidak mau bertengkar dengan "mertua" (maksudnya Toyota, Red) karena kami berjuang untuk tujuan yang sama," katanya. "Tetapi, kini perang sudah selesai. Saya tidak mau terikat, saya ingin mengembangkan keorisinalan saya." Selain itu, ada kabar angin bahwa Markas Besar Pendudukan AS bermaksud menghancurkan Toyota, yaitu salah satu perusahaan besar yang sudah tua, yang melawan mereka dalam perang.

Honda menjual Tokai Seiki, perusahaan pistonnya, dan mendapat ¥ 450.000 (AS $ 125.000 waktu itu). Untuk sementara, ia menganggur untuk melihat-lihat keadaan. Ia sering tampak mengenakan seragam kerja dan ngebut dengan sepeda motornya.

Sepeda Bermotor untuk Berburu Beras

Pada akhir perang, Ny. Honda mengungsi ke rumah orang tuanya dengan membawa anak-anaknya: Di tempat itu, kegiatannya adalah berburu beras untuk mengisi perut seluruh keluarga, seperti dilakukan oleh kebanyakan dari 72 juta rakyat Jepang lain yang sedang dilanda kelaparan.

Sebaliknya, suaminya bersenang-senang dengan teman-temannya. Honda membeli satu drum alkohol yang biasa dipakai untuk keperluan pengobatan. Harganya mahal, ¥ 10.000. Dari alkohol itu dibuatnya sake sintetis yang diminumnya bersama kawan-kawannya. Kadang-kadang sake buatan sendiri itu dibawanya ke sekolah polisi yang berada dekat bekas pabriknya di Iwata. Di sana, ia minum dengan kadet-kadet. Ia menjadi pengajar yang tidak dibayar di sana. Tugasnya mengajari para kadet mereparasi mobil.

Ny. Honda khawatir jangan-jangan suaminya kena penyakit apatis, seperti yang diderita banyak kaum pria setengah umur setelah perang berakhir. Maklum Jepang hancur. Lebih dari 2 juta tentaranya tewas, hampir 9 juta penduduk kehilangan tempat tinggal, kendaraan-kendaraan lumpuh.

Akhirnya, karena Jepang sangat membutuhkan pakaian, Honda bermaksud mendirikan pabrik tekstil. Honda menganggap mesin tekstil yang ada sangat primitif. Ia mendirikan Institut Riset Teknologi untuk membuat mesin-mesin modern. Namun, uangnya keburu habis sehingga proyek itu terpaksa ditinggalkan. Sementara itu, inflasi membubung terus.

Didorong oleh kegilaannya untuk menciptakan sesuatu, ia mengotak-atik motor kecil yang pada zaman perang dipakai oleh tentara sebagai generator untuk menjalankan radio. Motor itu diubahnya dan dipasang pada sepeda. Sepeda bermotor macam begini hemat BBM. Segera banyak orang dating membelinya ke garasi tempat Honda bekerja. Dengan cepat Honda kehabisan motor. Ayahnya, Gihei Honda, menjual tanah untuk membiayai usaha putra sulungnya. Gihei Honda masa itu tidak menganggur. Bekas pandai besi itu sibuk menambal panci dan kuali.

Teman-teman dan keluarga Honda banyak yang menganggap Honda edan. Buat apa membuka usaha membuat sepeda yang diberi motor. Mengapa tidak membuat bengkel saja? Bukankah mobil cenderung makin lama makin banyak di Jepang? Siapa yang mau membeli sepeda bermotor pada saat susah BBM?

"Padahal, orang memerlukan kendaraan hemat BBM untuk mencari makanan. Bahkan istri saya pun memakainya untuk mencari bahan makanan ke luar kota," kilah Honda.

Ternyata, mesin buatan Honda bisa dijalankan dengan bermacam-macam bahan bakar termasuk dengan damar cemara, walaupun sepeda bermotomya harus digenjot ¼ jam untuk menghidupkannya. Honda membeli hutan cemara untuk diambil damarnya lalu damar itu dicampur. dengan BBM yang dibelinya di pasar gelap. Orang-orang berdatangan dari Pulau Kyushu yang letaknya di selatan maupun dari Hokaido yang letaknya di utara untuk membeli BBM itu.

Ketemu Rekanan Yang Tepat

Honda memutuskan akan beralih dari sepeda yang diberi motor ke sepeda motor sungguhan. Akhir tahun 1949, ia berhasil memproduksi sepeda motor yang diberi nama Mimpi. Sejak itu, apa pun yang dipegangnya berubah "menjadi emas". Senang menyaksikan pelbagai penemuannya berhasil, Honda tidak peduli keuntungannya cuma sedikit. Pelanggannya kebanyakan toko sepeda kecil dan pedagang di pasar gelap. Kadang-kadang, kalau karyawan Honda menagih, ternyata toko sepeda yang berutang itu sudah bangkrut.

Untung, Honda mempunyai mitra Takeo Fujisawa. Dalam perkara memasarkan produk dan memberi gagasan mengenai produk apa yang harus dibuat, Fujisawa merupakan otak perusahaan Honda. Pangkatnya terakhir sebagai wakil pemimpin umum.

Dalam segala hal, ia berbeda dengan Honda. Bentuk tubuhnya tinggi gemuk, sifatnya pendiam, ia pemikir, bukan pekerja pabrik. Bahasanya pun rumit, bukan terus terang dan kasar seperti Honda.

"Kerjanya berpikir di rumah dan memberi perintah. Kadang-kadang, perintahnya tidak kami pahami," kata karyawan Honda.

Tidak heran ketika ia bermaksud bekerja pada perusahaan Honda yang masih kecil, istrinya memperingatkan, "Hati-hati, dua orang yang sifatnya tidak konvensional, tidak akan bisa bekerja sama!" Namun, kenyataannya sukses perusahaan Honda tidak mungkin seperti sekarang kalau mereka berjalan sendiri-sendiri.

Honda menyadari kekurangannya dalam bidang pemasaran dan pengelolaan uang. Sebagai orang Jepang, Honda percaya manusia mesti bekerja sama dan setiap orang memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. "Saya rasa, orang yang tidak bisa bergaul dengan orang lain yang temperamennya berbeda adalah orang yang tidak berguna," kata Honda. "Perusahaan yang dikelola hanya oleh orang-orang yang mempunyai hubungan darah saja tidak akan tumbuh. Bakat harus dicari sampai jauh dan di tempat yang luas."

Maka itu Benjiro, adik Honda, yang semula memegang peranan penting dalam masa awal perusahaan, kemudian membuka perusahaan sendiri walaupun perusahaan itu menjual produknya kepada Honda.

Mula-mula, Fujisawa diangkat menjadi direktur pemasaran. Honda dan Fujisawa lalu membuka kantor di Tokyo pada Maret 1950. Kepindahan ini menandai perubahan pada perusahaan Honda yang menjadi perusahaan modern. Tokyo muncul menjadi pusat modal Jepang, menggantikan Osaka yang sebelum perang merupakan pusat perdagangan.

Ny. Honda senang pindah ke Tokyo sebab bosan mendengar gosip tentang suaminya yang sering ngebut dengan sepeda motor yang bising saat pulang pada pukul 02.00 - 03.00. Kadang-kadang, ia dalam keadaan setengah mabuk.

"Mimpi" Tetap Loyo

Pada September 1950, perusahaan Honda memiliki pabrik baru di Kamijujo yang terletak di sebelah utara Tokyo. Fujisawa minta izin kepada Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional (MITI) untuk memulai produksi sepeda motor sebanyak 300 buah sebulan. MITI berpikir, "Apa-apaan orang ini? Mana mungkin sepeda motor sebanyak itu bisa terjual? Jangan-jangan, ia cuma mau mendapat banyak jatah BBM supaya bisa dijual di pasar gelap."

Fujisawa kemudian memeriksa sistem distribusi Honda. Ia terkejut mengetahui distributor produk Honda tidak sampai 200. Ia mengambil daftar pemilik toko sepeda di seluruh Jepang yang jumlahnya 18.000 orang, lalu menyurati mereka. Isi suratnya kira-kira sebagai berikut, "Kurang dari 100 tahun yang lalu ayah Anda melihat sepeda pertama yang dibawa dari negara-negara barat. Beliau tidak tahu banyak tentang benda itu, tidak tahu juga cara mengendarainya, membuat, dan membetulkannya. Tetapi, beliau belajar semuanya dengan hasil baik. Karena orang Jepang pada dasarnya panjang akal, maka hidupnya menjadi senang. Beliau lalu mampu mewariskan toko sepeda kepada Anda, tempat Anda mencari nafkah. Kini kami mengeluarkan produk baru, sepeda yang dijalankan dengan motor. Anda mungkin belum pernah melihatnya dan tidak tahu bagaimana menjualnya. Dalam dua perkara ini kami akan menolong Anda."

Surat itu manjur. Dalam waktu sebentar saja, Fujisawa sudah bisa menyusun jaringan distribusi yang terdiri atas 5.000 dealer. Mereka itu diambil dari orang-orang yang menjawab suratnya. Honda lebih maju 10 tahun dalam jaringan distribusi dibandingkan dengan kebanyakan perusahaan lain. la juga lebih maju 10 tahun dalam hal jaringan agen reparasi.

Ketika Fujisawa sibuk membenahi pemasaran, Honda sibuk menyempurnakan produknya. la menciptakan mesin type-E yang mempunyai empat tak. Orang yang bertugas mencoba sepeda motor bermesin baru itu adalah Kahachiro Kawashima. Kawashima kelak akan memainkan peranan penting dalam perusahaan Honda.

Walaupun mereka berhasil merancang sendiri sepeda motor yang kuat dan efisien, namun permintaan akan sepeda motor Mimpi itu sedang-sedang saja. Mesin itu masih berat dan mahal.

Medali dari Kaisar

"Saya memutar otak dan berkesimpulan bahwa yang diinginkan banyak orang ialah sepeda motor yang mampu menggantikan sepeda yang sangat populer di Jepang setelah perang."

Honda mengaku ia mampu memahami orang karena suka minum-minum di waning dengan pelbagai macam manusia. Ia merasa desain penting sekali untuk menarik pembeli. Ia lalu mengamati desain yang disukai pada saat ini dan merancang mesin kecil saja yang diberinya nama Cub. Ternyata, sukses! Pemerintah Jepang yang berusaha memacu pembangunan memberinya medali pita biru pada tahun 1952.

Medali itu diserahkan, oleh kaisar pada saat tahun baru. Honda tidak mempunyai jas buntut untuk dipakai ke upacara resmi itu. Ia bersikeras ingin dating memakai pakaian kerja. Kalau tidak boleh, ia tidak akan datang. Ia tidak perlu medali. Namun, Fujisawa meminjamkan jas buntut untuk Honda dan berhasil membujuknya untuk datang dengan pakaian pinjaman itu.

Pangeran Takamatsu, salah seorang adik kaisar, dalam perjamuan berkata, "Untuk mencapai hasil sebesar ini, Anda tentu harus bekerja keras." "Ah, tidak," jawab Honda, "saya tidak merasa bekerja keras sebab saya melakukan apa yang ingin saya lakukan."

Pada tahun 1953, Honda memiliki pabrik modern pertama di Saitama, dekat Tokyo. Namun, Honda dan Fujisawa masih memegang peranan kecil sekali dalam industri Jepang.

Ketika itu, badan-badan yang mempunyai kekuatan besar dalam sosial politik Jepang ialah Keidanren (Federasi Organisasi Ekonomi Jepang), Nikkeren (Federasi Majikan Jepang), dan Keizai Doyukai (Komite Perkembangan Ekonomi Jepang). Badan-badan itu bersama dengan pemerintah Jepang menentukan kebijakan ekonomi. Hal semacam itu tidak dikenal di Barat.

Honda dan Fujisawa diundang oleh mereka dalam pertemuan dengan perusahaan-perusahaan untuk menentukan kebijakan ekspor Jepang. Honda yang tidak mau terikat pada badan itu menolak datang. Lagi pula, ia dan Fujisawa merasa tidak betah berada di kalangan bisnis yang pada masa itu masih didominasi veteran-veteran lulusan universitas. Mereka itu dari perusahaan-perusahaan tua yang menguasai Jepang sejak sebelum perang.

Tidak Setuju Pembatasan Impor

Menurut cerita Honda kemudian, perusahaan-perusahaan besar itu ingin meminta pemerintah membatasi impor dalam usaha mengembangkan ekspor. "Mengapa mesti meminta bantuan pemerintah? Kalau teknologi Jepang sendiri baik dan produk Jepang tinggi mutunya, Jepang tidak usah mengimpor barang buatan luar negeri. Untuk mengembangkan ekspor dan mengurangi impor, kita sendiri yang harus berusaha mengembangkan teknologi dan mesin yang mutunya lebih tinggi daripada buatan negara lain."

"Produk bermutu tinggi tidak bisa dicapai tanpa alat yang baik. Betapapun bagusnya gagasan yang kita miliki, kalau tidak ada alat untuk melaksanakannya, pasti macet. Jadi, saya ingin mesin yang bagus dari luar negeri. Saya pikir kalau pun saya bangkrut setelah membeli mesin yang baik, toh benda itu masih bisa dimanfaatkan oleh orang lain untuk kepentingan Jepang sendiri. Saya tidak usah merasa menggerogoti devisa pemerintah."

"Kalau Jepang menghindari persaingan, ia akan ketinggalan. Jepang harus membuat keputusan apakah akan merusak diri sendiri dengan mengabaikan kemajuan dunia atau berani menantang kesempatan untuk bertahan hidup dengan mengimpor mesin-mesin mutakhir. Saya memilih yang kedua."

Dengan berbekal uang hanya ¥ 60 juta (+ AS $ 165.000) Honda pergi ke Eropa dan AS untuk membeli mesin. la kembali membawa mesin-mesin seharga AS $ 1 juta. Darimana ia mendapat tambahan uang? Honda dan Fujisawa berusaha mendapat bayaran dari para pembeli yang menunggak dan juga dengan berhemat sekuat mungkin.

Tahun 1950 Fujisawa bermaksud mendepositokan uang pada Bank Mitsubishi, bank raksasa yang mendukung perusahaan lain milik Mitsubishi. Direktur pelaksana bank cabang di Kyobashi, yaitu Fukuzo Kawahara, berpikir, "Kalau ia menerima deposito Honda sebesar ¥ 200 juta, artinya di masa yang akan datang banknya bisa dimintai pinjaman sepuluh kali jumlah itu oleh perusahaan kecil itu."

la memanggil Honda dan Fujisawa. Mereka lalu bercerita bahwa mereka berasal dari keluarga miskin dan berpendidikan rendah. Kalau usaha mereka berhasil, ini akan membuktikan orang Jepang kelas bawah mempunyai potensi besar sekali untuk memanfaatkan kesempatan yang terbuka sesudah perang.

Kawahara akhirnya menerima permintaan mereka untuk mendepositokan uang. Kelak, ia juga yang membela mereka ketika orang-orang lain di bank itu bermaksud menolak permintaan penjadwalan kembali pembayaran utang. Ia juga menolong mereka dari tekanan divisi mobil Mitsubishi yang menghendaki Honda mengadakan merger dengan mereka. Kawahara membela Honda karena yakin Fujisawa genius dalam hal keuangan.

Lahirnya Honda Bebek

Juni 1954, dua pria Jepang pergi ke Eropa. Yang pendek kurus tentu saja Honda dan yang tinggi gemuk tidak lain adalah Fujisawa. Mereka bermaksud membeli peralatan dari Eropa. Selama 2 bulan di Barat, mereka melihat-lihat skuter buatan Jerman maupun Italia, sepeda motor, dan juga kendaraan beroda tiga. Mereka mendapati gaya hidup dan desain Eropa kira-kira 10 tahun lebih maju. Jadi, mereka harus memperhatikan hal-hal itu dalam produk mereka yang baru.

Mereka memutuskan akan membuat sepeda motor praktis yang bisa dipakai oleh siapa pun yang membutuhkan alat angkutan murah. Sepeda motor besar yang berat dan memerlukan biaya mahal, tidak cocok untuk lorong-lorong di Tokyo (jalan-jalan di kota itu kebanyakan sempit). Mereka juga tidak mau membuat skuter, walaupun perusahaan Jepang lain membuatnya. Skuter tidak bisa dipakai oleh istri petani di jalan-jalan kampung di antara sawah yang tidak beraspal. Yang dibutuhkan orang Jepang, ialah sepeda motor kecil yang kuat, hemat BBM, dan gesit. Maklum, BBM sulit di Jepang.

la membentuk satuan-satuan tugas terdiri atas pelbagai bidang di perusahaannya untuk membuat desain. Baru 3 tahun kemudian, yaitu pertengahan 1958, hasilnya keluar dari pabrik. Yakni C-100 Honda yang di Jepang dikenal sebagai Super-Cub ternyata laku keras. Honda Bebek itu merupakan salah satu alat pengangkutan yang paling terkenal di dunia, menyaingi mobil Ford Model-T. Sampai akhir tahun 1973, Honda sudah berhasil menjualnya 9 juta unit dan saingannya yang meniru model itu berhasil menjual sekitar 10 juta unit.

Super-Cub itu dirancang bukan untuk anak-anak muda yang senang ngebut, melainkan untuk orang biasa, istri, dan anak-anak mereka. Bagi jutaan orang di seluruh dunia, Honda Bebek yang pertama itu membukakan kesempatan untuk memiliki alat pengangkutan yang murah dan mudah dikendarai.

Suksesnya terletak dari kemudahannya untuk dikendarai, hampir seperti sepeda. Supaya wanita juga tidak teralang untuk mengemudikannya, antara kemudi dan tempat duduk tidak ada pengalang. Dengan mudah pula pengendara bisa menaruh kedua kakinya ke tanah sambil duduk di atas sadel sehingga tukang baso yang membawa panci kuah di boncengan tidak usah takut kuahnya tumpah karena harus miring waktu berhenti.

Mesin sepeda motor itu terletak tinggi di bawah sadel yang mirip sadel sepeda sehingga bisa didinginkan oleh angin. Mitsubishi dan Fuji yang menghasilkan sepeda motor model skuter terpukul hebat seperti banyak pengusaha pabrik sepeda motor lain.

Tahun 1972, dari 6,5 juta sepeda motor yang dibuat di negara non komunis; 3 juta di antaranya buatan Jepang dan 1.873.893 di antaranya buatan Honda. Dari jumlah itu 1.240.000 unit diekspor oleh Honda. Tahun 1974 Honda memproduksi lebih dari 2 juta sepeda motor. Yang 1,4 juta unit diekspor.

Honda Masuk ke AS

Dua tahun setelah Super-Cub keliiar, Honda membuka pabrik sepeda motor terbesar di dunia. Letaknya di Suzuka, yakni antara Kyoto dan Tokyo.

Pada tahun 1955 ada sekitar 50 pengusaha pabrik sepeda motor di Jepang. Tahun 1960. tinggal 30, tahun 1965 tinggal delapan dan,tahun 1969 tinggal empat buah. Walaupun Suzuki menduduki tempat no. 2 setelah Honda, namun yang lebih ditakuti oleh ahli mesin Honda ialah Yamaha karena lebih pandai menemukan sesuatu yang baru. Kawasaki yang menduduki tempat keempat ketika itu, memilih bidang yang lebih tradisional. Mereka menghasilkan sepeda motor yang lebih berat. Keempat perusahaan itu pada tahun 1973 menghasilkan hampir 4 juta sepeda motor.

Honda memiliki pasaran yang sangat baik di AS. Padahal, ketika Honda dan Fujisawa mula-mula bermaksud memasukinya lewat suatu agen AS yang berpengalaman dalam pemasaran sepeda motor di AS, agen itu menganggap kedua manusia Jepang itu gila karena ingin menjual 7.500 sepeda motor sebulan.

Soalnya, pada masa itu sepeda motor mempunyai reputasi buruk di AS. Kendaraan itu cuma dipakai oleh pemuda ugal-ugalan.

Honda juga tahu, di AS fungsi sepeda motor bukan untuk menggantikan mobil, melainkan untuk bersenang-senang saja.

Bulan Juni 1959 American Honda Motor Company, Inc. didirikan di Los Angeles. Honda mendapat izin dari Kementerian Keuangan Jepang untuk menanamkan AS $ ½ juta di perusahaan itu. Honda tidak mau membentuk kelompok orang Jepang yang eksklusif di AS. la memakai tenaga-tenaga AS. (Saat itu, ada orang AS yang tidak tahu bahwa Honda itu buatan Jepang!)

Untuk menghilangkan citra buruk sepeda motor, Kahachiro Kawashima yang waktu itu merupakan salah satu direktur pelaksana senior, tidak menjual sepeda motor Honda lewat dealer yang sudah ada. Mereka malah mencari jaringan baru yang dianggap lebih terhormat, yaitu toko-toko olahraga. Di samping itu diadakan kampanye lewat iklan di majalah-majalah terkenal seperti Time, Life, dan Look. Iklan itu menggambarkan orang-orang terhormat mengendarai sepeda motor Honda yang memberi kesan aman: ibu rumah tangga, mahasiswa, olahragawan, pengusaha, nenek-nenek. Dalam iklan itu juga digambarkan sepeda motor itu bisa dipakai untuk pelbagai macam keperluan: mengangkut buku, pot bunga, alat olahraga, dan anak.

"You meet the nicest people on a Honda," demikian bunyi slogan mereka. Iklan menelan banyak uang. Namun, 2 tahun setelah muncul di TV, ternyata usaha mereka itu banyak menarik perhatian.

Tiga tahun setelah Kawashima menancapkan sepeda motor Honda di AS, perusahaan Honda sudah memiliki jaringan dealer di seluruh AS. Tahun 1968, Sochiro Honda merayakan penjualan sepeda motor ke satu juta di AS. Seribu enam ratus dealer Honda menghadiahkan lima sepeda motor pada City of Los Angeles.

Menurut Honda, selain servis yang baik, suku cadang yang mudah didapat, dan montir-montir yang terampil, keberhasilannya juga disebabkan oleh hoki. Pada tahun 1973, Honda menguasai 46% pasaran sepeda motor di AS.

Honda dan Grey Advertisement di Los Angeles memenangkan kompetisi iklan dan mendapat penghargaan karena berhasil membuat kampanye menyeluruh secara paling baik.

Tahun 1968 sebenarnya mereka menghadapi stagnasi di AS. Fujisawa yang sedang berlibur di Eropa buru-buru berbicara dengan Los Angeles. "Berhenti menjalankan kampanye penurunan harga, nanti kita akan terpukul sendiri," katanya. "Itu semua gara-gara kesalahan kami di Jepang yang tidak menyediakan model baru." Pada saat itu, Honda juga menghadapi masalah fiskal sehingga ada kabar angin Honda bakal mengalami kesulitan keuangan dan terpaksa merger dengan Mitsubishi.

Namun, sekali lagi mereka selamat. Bagi Honda dan Fujisawa jelaslah sekarang, penjualan tidak akan berkembang apalagi di pasaran AS, bila mereka tidak selalu menyediakan gaya mutakhir. Karena itulah, pada tahun 1973 saja Honda menghasilkan tujuh model baru. Kebanyakan model itu diciptakan dengan memikirkan pasaran AS.

Siap Mendengar Saran

Ketika itu pabrik sepeda motor Prancis, Jerman, dan Inggris tetap membuat sepeda motor konservatif seperti tahun 1930-an, sedangkan pabrik sepeda motor di AS tinggal Harley-Davidson.

Kemudian negara-negara Arab melakukan embargo minyak. Hal itu dipandang oleh perusahaan Honda sebagai kesempatan untuk meluaskan lagi pasaran sepeda motor. Namun, ada masalah yang harus mereka hadapi. Harga mobil kecil dan mobil mini pada saat itu turun sedangkan harga sepeda motor naik. Kemungkinan, minat orang akan berpindah dari sepeda motor ke mobil kecil.

Namun, untuk sementara krisis energi memang surga bagi penjualan sepeda motor. Di AS, sepeda motor semua merek tidak mampu melayani permintaan. Sayang, Honda menurunkan produksinya 26% pada tahun 1973 sehingga tidak bisa memanfaatkan kesempatan itu sepenuhnya.

Pada tahun 1973 itu, Honda mengeluarkan sepeda motor balap Elsinore. Ternyata, Elsinore 250 begitu sukses sehingga Motor Cyclist Magazine yang berpengaruh menjulukinya sepeda motor balap terbaik tahun itu. Tahun 1975, Honda mengeluarkan kirakira 30 model motor balap.

Walaupun sepeda motor Honda merupakan raja jalanan dan raja arena balap terkenal, anehnya polisi di AS tidak pernah memilihnya untuk dijadikan kendaraan mereka.

Rahasia sukses Honda dalam merancang sepeda motor baru mungkin berasal dari kesediaannya menerima saran dan kritik dari dealer. Pengendalian kualitas juga dijalankan dan mereka mempunyai institut riset teknologi.

Seperti kita ketahui, Honda bukan cuma ingin membuktikan sepeda motor tidak perlu bising, bocor dan besar, tetapi juga ingin menghapus citra bahwa pemuda pengendara sepeda motor adalah pemuda berandalan. Jadi, perusahaannya yang di AS bekerja sama dengan YMCA di Los Angeles untuk mengadakan suatu pilot program. Betulkah sepeda motor berpengaruh baik? Honda menyumbangkan 15 sepeda motor untuk keperluan itu pada tahun 1970. Hasilnya ternyata mencengangkan. Makin tinggi minat mereka terhadap sepeda motor, makin jauh mereka meninggalkan hal yang buruk-buruk. Honda menyumbangkan ribuan sepeda motor kecil pada YMCA yang mengadakan rangkaian program di pelbagai bagian AS. Sumbangan lain pun segera mengalir dari pemerintah maupun swasta.

Menurut Masaru Ibuka, bos Sony Corporation dan teman baik Honda, Soichiro Honda itu seperti Dr. Land dari Polaroid yang bukan hanya kaya gagasan, tetapi juga berusaha mewujudkan gagasan yang dikiranya baik dengan sekuat tenaga. la juga mau berbagi 'kekuasaan'.

Honda lebih sering tampak di laboratoriumnya daripada di kantor. Keuangan dan pemasaran sepenuhnya urusan Fujisawa.

Kadang-kadang ia berlumuran pelumas. la makan di kantin perusahaan bersama-sama karyawannya. Pengunjung kadang-kadang kaget kalau mendapati Shacho-san (Mr. Boss) tahu-tahu duduk: di depannya untuk makan.

"Saya mempunyai tiga wajah," katanya kepada wartawan. "Saya pemimpin umum perusahaan hanya kalau sedang memikirkan kondisi dan masa depan perusahaan. Umumnya saya karyawan biasa. Malam hari saya bekerja untuk Ny. Honda."

Untung Ada Demonstrasi

Kalau kita lihat, perusahaan Honda tidak selalu berada di atas. Kadang-kadang ia merosot. Menurut Ibuka, hal itu karena kadang-kadang Honda terlalu asyik pada gagasannya dan kegiatan perusahaan dipusatkan pada tujuan itu. Akibatnya, penjualan turun. Namun, kalau penemuan mereka sudah selesai, perusahaan melambung lagi.

Kebijaksanaan Fujisawa juga sering tidak cocok dengan MITI. Ketika Honda ingin masuk ke pasaran kendaraan roda empat, MITI malah ingin mengusulkan kepada pemerintah agar tidak memberi izin pendirian pabrik mobil baru. MITI menganggap pabrik-pabrik yang sudah ada malah akan disuruh merger untuk menguatkan industri Jepang dalam persaingan melawan industri asing.

Rupanya, Honda memang mempunyai rezeki besar. Pada hari yang ditentukan oleh MITI untuk mengadakan dengar pendapat dengan Fujisawa, terjadi demonstrasi besarbesaran untuk menolak kedatangan Presiden Eisenhower dari AS. Tokyo lumpuh dan Fujisawa tidak usah datang. Ketika itu pertengahan tahun 1960.

Selama ini, Honda sudah punya pengalaman dengan mobil balap dan pada tahun 1960-an mobil-mobil balapnya, Honda Formula I, mendapat kemenangan di pelbagai pertandingan internasional. Namun, mereka juga ingin menguasai pasaran mobil biasa. Mula-mula yang mereka hasilkan cuma mobil kecil. Begitu kecilnya, sampai bagi ukuran Eropa mobil ini dianggap mini, apalagi kalau dibandingkan dengan mobil AS.

Mobil N360 yang memiliki dua silinder dan front-engine ternyata terjual 5.570 buah pada Mei 1967. Ketika itu, saingan Honda dalam bidang mobil yang sekelas ialah Fuji yang mengeluarkan Subaru dengan banyak publisitas. Selain itu, Suzuki dan Mitsubishi juga bergerak dalam bidang mobil kecil seperti ini.

Akhir tahun itu, produksi bulanan mobil Honda sudah mencapai 20.000 buah. Setahun setelah N360 keluar, Honda menduduki peringkat nomor satu di Jepang dalam kelas ini. Kita mengenalnya sebagai Honda Life. Pabrik mobilnya di Suzuka sudah seperti raksasa bila dibandingkan dengan pabrik motornya yang merupakan pabrik sepeda motor terbesar di dunia.

Tidak lama kemudian Honda menciptakan station wagon dan pick up. Pada musim gugur 1968, Honda berani masuk ke sarang macan, yaitu Jerman Barat dengan Volkswagen-nya yang terkenal itu. Mobil yang dibawanya masuk ialah N600 yang mesinnya cuma sepertiga ukuran mesin VW. N600 bisa menghasilkan 40 tenaga kuda dan ngebut 130 km/jam.

Honda kecil itu dipertontonkan dalam pameran mobil di Frankfurt, Paris, London, dan Los Angeles. Di Paris, Presiden Charles de Gaulle yang angker pun berminat memeriksanya. "Oh, ini dia Honda baru itu. Menarik sekali," kata jenderal yang dingin itu.

Tahun 1970 Honda mengeluarkan 1300 cc coupe. Walaupun mobil itu baik, namun kurang memenuhi selera pembeli. Soalnya, mirip betul mobil balap. Baru setelah mobil itu diubah, jumlah pembelinya agak mendingan.

Sukses besar baru diperoleh ketika ahli-ahli mesin Honda berhasil menciptakan mesin mobil yang disebut CVCC. Mesin itu tidak begitu menimbulkan polusi dan hemat BBM. Hal itu terjadi pada tahun 1969, setelah mereka bekerja keras sejak pertengahan tahun 1960-an. Soichiro Honda ikut aktif bersama ahli-ahli di bagian riset yang umur rata-ratanya 28 tahun.

CVCC itu dipuji pleh Environmental Protection Agency (EPA) yang bertugas melindungi lingkungan hidup di AS pada tahun 1975. Perancang mesin dari Detroit maupun Eropa Barat merasa malu karena orang Jepanglah yang berhasil menciptakan mesin seperti itu. Ahli mesin di Detroit menyatakan mesin itu cuma bisa dipakai untuk mobil kecil. Honda segera membuktikan, Chevrolet Impala delapan silinder juga bisa memakainya. Setiap pengujian yang dilakukan oleh EPA terhadap mesin CVCC ternyata membuktikan keunggulan mesin itu.

Tahun 1972, muncul mobil Civic, tetapi belum memakai CVCC. Tahun 1973, Ford Motor Company yang pernah mengkritik CVCC menandatangani kontrak dengan Honda untuk mendapat lisensi teknologi mesin CVCC. Persetujuan mengenai pemberian lisensi semacam itu sudah pula ditandatangani dengan Toyota Motor Company dan Izuzu yang bekerja sama dengan General Motor. Akhirnya, Chrysler pun melakukan hal yang sama dengan Ford.

Tahun 1970 Honda dijadikan anggota kehormatan National Safety Council dari AS untuk jasanya dalam bidang keselamatan.

Yang Penting Mencintai Pekerjaan

Kalau Honda merayakan suatu keberhasilan, tidak pernah ada tokoh-tokoh luar yang diundang berpidato, baik pejabat maupun orang terkenal. Perayaan mereka lebih bersifat kekeluargaan.

Baik Honda maupun Fujisawa yakin, orang mesti menekuni pekerjaannya dengan senang. Karena itu kalau ia ahli mesin, ia boleh tetap menjadi ahli mesin selama kariernya. Sebaliknya, kalau ia lebih senang 'kerja otak', ia juga boleh tetap bekerja di bidang yang tidak mempergunakan keterampilan mekanik. Namun, direktur biro yang penting diganti-ganti tempatnya supaya tidak timbul 'seksionalisme'.

Perusahaan juga menghargai orang-orang muda dan selalu merekrut mereka untuk memberi 'darah baru' dan gagasan segar. Ketika Honda mengundurkan diri tahun 1973 yang dipilihnya sebagai pengganti ialah Kiyoshi Kawashima, 47 tahun, kepala bagian riset perusahaan Honda.

Selama sejarahnya, perusahaan Honda hanya pernah mengalami pemogokan sekali, yakni pada tahun 1954. Ketika itu, Honda dan manajemen di satu pihak menghadapi pekerja-pekerja, dan adik Honda di pihak lain. Tetapi, sebagai layaknya perusahaan di Jepang, semuanya itu diselesaikan dengan musyawarah.

Di perusahaan Honda pun, sudah berlaku 5 hari kerja dalam seminggu, padahal pada masa Honda menerapkannya hal itu belum umum.

Sejak 1973, Honda pindah ke pasaran kendaraan beroda empat untuk bisa tetap mengembangkan jumlah penghasilan perusahaan. Staf muda bertambah 10% setiap tahun. Kalau mereka bertambah tua, artinya beban perusahaan akan bertambah berat. Padahal, Honda menghadapi persaingan berat di pasaran dalam dan luar negeri. Untuk bisa tetap menciptakan pasaran baru, mereka harus selalu mencari teknik yang unik dan efisien serta menjual produk dengan harga bersaing.

Ketika Honda dan Fujisawa mengundurkan diri pada musim gugur 1973, Honda berkata,"Saya bisa mundur tanpa perasaan khawatir karena yakin perusahaan akan terus maju dengan penuh semangat, menanggulangi pelbagai kesulitan, dan luwes, tanpa kehilangan kesegarannya."

Pengunduran diri mereka tidak dilakukan dengan tiba-tiba. Bulan April 1972, dalam perayaan 25 tahun perusahaan, ditunjuk empat direktur pelaksana. Para direktur itu sebetulnya sudah 3 tahun sebelumnya menjalankan pekerjaan sebagai direktur pelaksana, hanya saja ketika itu mereka belum resmi diangkat. Selama 3 tahun itu, Honda dan Fujisawa 'duduk di belakang'.

"Terus terang saya masih merasa muda dalam hal mental maupun fisik," kata Honda. "Saya kira kalian tidak bisa menang dari saya. Namun, saya mesti mengakui sekarang saya sering merasa iri hati kepada orang muda. Saya diberi tahu, di AS pemimpin umum perusahaan berumur 40-an tahun dan perusahaan yang dipimpin orang berumur 60-an tahun sering mengalami stagnasi. Kita sekarang memang memasuki zaman baru yang memerlukan nilai-nilai baru. Walaupun saya dan wakil pemimpin umum merasa masih muda, tapi kami kira umur kami sudah lewat untuk memimpin."

Honda menceritakan, sudah lama Fujisawa ingin pensiun. "Selama ini, kami berdua berbagi tanggung jawab. Seorang diri saja berarti kami cuma setengah orang. Dengan mengkombinasikan kami berdua barulah kalian memperoleh seorang eksekutif yang sejati. Jadi, kami memutuskan untuk sama-sama mengundurkan diri. Saya ingin kalian juga menginsafi, tanpa kerja sama yang serasi di antara kita semua, kita tidak bisa mengembangkan suatu bisnis."

Ratu Elizabeth Disambut Barisan Honda

Civic CVCC yang dikeluarkan di Jepang awal 1974 ternyata sukses dan masuk ke pasaran AS akhir tahun 1974. Majalah bisnis Road Test di AS menyebut Honda baru itu "1974 Imported Car of the Year".

"Kami sudah mengujinya, memeriksanya dengan teliti, dan memakainya secara intensif. Kesimpulan kami, mobil itu dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, enak dipakai dan menunjukkan prestasi yang lebih dari cukup. Bila dipakai ribuan kilometer ia cuma memerlukan pemeliharaan rutin biasa. Pemeliharaannya bisa sangat minimal. BBM-nya paling hemat dibandingkan mobil-mobil lain keluaran tahun 1974."

Di Eropa, Civic muncul sebagai nomor tiga dalam kontes mobil terbaik tahun itu. Pemilihan itu dilakukan oleh enam surat kabar dan 50 wartawan mobil yang terkemuka.

Dealer Honda dari seluruh AS meminta tambahan mobil, tapi Honda tidak bisa memenuhinya. Padahal, di AS Honda cuma menargetkan penjualan Civic baru bermesin CVCC itu 125.000 -150.000 setahun. Kini, mereka perlu pabrik yang lebih besar, namun uang menjadi masalah. Dalam hal keuangan, memang perusahaan Honda menganut kebijaksanaan konservatif Jepang yang mengherankan banyak orang. Kebijaksanaan yang mereka anut itu menyulitkan ekspansi.

Sementara itu, sudah sejak tahun 1967 orang-orang Soviet, ingin tahu bagaimana caranya Honda bisa 'berjualan' begitu sukses di AS. Mereka ingin belajar juga ....

Sebetulnya, Honda juga sudah lama mengarahkan matanya ke Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Namun, ketika ia ingin membuka pabrik di Italia pada tahun 1970, parlemen Italia mengajukan rancangan undang-undang yang tujuannya melarang maksud Honda. Birokrat Italia mengancam akan membawa masalah itu ke dewan MEE di Brussels untuk mencegah erosi terhadap pasaran skuter mereka di seluruh Eropa. Ironisnya, Pusat Jurnalistik di Roma malah menghadiahkan penghargaan yang disebut Oscar del Commercio dan Mercurio d'Oro kepada Soichiro Honda. Orang lain yang pernah mendapat penghargaan serupa ialah Presiden Georges Pompidou dari Prancis.

Honda terlanjur disukai di Belanda, Belgia, dan Timur Tengah. Raja Hussein dari Yordania senang pada CB-750 yang dihadiahkan oleh Honda.

Banyak negara memakai Honda sebagai kendaraan polisi, seperti Arab Saudi, Argentina, Australia, Belgia, Brazil, Burundi, Indonesia (pernah), Guyana, Kanada, Malaysia, Madagaskar, Kesultanan Muskat dan Oman, Maroko, Nepal, Peru, Prancis, Senegal, Singapura, Suriname, Suriah, Venezuela, dan Zambia.

Ketika tahun 1972, Ratu Elizabeth II tiba di Bangkok untuk suatu kunjungan resmi ke Muangthai, ia disambut oleh armada terdiri atas 60 sepeda motor Honda yang mengantarnya melewati jalan-jalan macet. Di Filipina selalu ada pesta tahunan penggemar sepeda motor Honda dan di Papua Nugini sepeda motor Honda dipakai oleh pegawai negeri untuk keluar masuk hutan yang tidak mempunyai jalan aspal. Honda bahkan dipakai di Eskimo. "Pada suhu 30°C di bawah nol, ia masih tokcer kalau di-start, tetapi begitu sudah 45°C di bawah nol, baru susah," kata orang sana.

Di Indonesia, Honda mempunyai perusahaan joint venture, demikian pula di Peru, Turki, dan di bagian dunia lain.

Enggan Menjadi Anggota Parlemen

"Kalau saya menengok kembali ke belakang, saya lihat yang saya buat tidak lain daripada kesalahan, serentetan kegagalan dari serentetan penyesalan," kata Honda. "Tetapi saya juga bangga untuk satu keberhasilan saya. Walaupun saya sering membuat kesalahan dan kegagalan, tetapi semua itu tidak pernah disebabkan oleh hal yang sama. Saya tidak pernah mengulangi kesalahan dan selalu berusaha sekuat mungkin untuk memperbaiki diri. Dalam hal itu saya berhasil."

Sesudah mengundurkan diri, Honda diminta menjadi anggota parlemen Jepang, tetapi ia menolak. Ia lebih suka sekali-sekali muncul di institut risetnya dan pernah berkeliling ke kantor-kantor Honda di seluruh Jepang untuk mengucapkan terima kasih. Ia memiliki semacam tempat pertemuan di jantung kota Tokyo untuk mengobrol dengan teman, main golf, dan mengobrol tentang cewek sambil berolahraga.

Ia tetap pemegang saham terbesar di perusahaannya. Ketika mengundurkan diri pada tahun 1973 penghasilannya mendekati AS $ 1,7 miliar. Walaupun sudah pensiun, omongannya masih didengar. Katanya, "Masa depan industri Jepang bukan ditentukan oleh untung cepat, tetapi oleh mutu barang yang kita buat dan pengaruhnya terhadap kepentingan sesama manusia. Kalau kita membuat barang yang menyebabkan banyak polusi, kemungkinan kita akan untung, tetapi cuma sebentar, sesudah itu bangkrut. Kami di perusahaan Honda sering bergurau, 'Enak juga ada perusahaan besar yang kerjanya cuma memikirkan untung besar.' Akibatnya, perusahaan kecil seperti Honda mendapat kesempatan untuk membuat barang yang baik." (Honda, The Man and His Machines, Sol Sanders/HI)

Intisari

0 Response to "Honda : The Man an His Machines (Indonesia)"

Post a Comment